SAMPANG – Ketupat adalah jenis makanan yang dibuat dari beras yang dimasukkan ke dalam janur (anyaman daun kelapa). Janur itu dianyam hingga menjadi semacam kantong berbentuk prisma, kemudian dimasak. Setelah itu, ketupat akan diantarkan ke kerabat terdekat atau orang yang lebih tuatua, Sabtu, 29/04/2023.
Lebaran Ketupat adalah tradisi lebaran di Madura yang dirayakan oleh umat Islam pada hari ketujuh bulan Syawal tahun Hijriyah.
Perayaan Lebaran pada hari ketujuh ini sebenarnya merupakan tradisi yang dimaksudkan ungkapan rasa syukur dari umat Islam yang telah menjalankan ibadah puasa sunnah enam hari setelah Idul Fitri.
Istilah “Lebaran Ketupat” atau “Tellasan Topak” dalam Bahasa Madura merupakan istilah yang populer, karena merujuk kepada kebiasaan masyarakat Madura, membuat makanan ketupat, saat hari ketujuh Syawal itu.
Memasuki lebaran ketupat, permintaan cangkang dan janur untuk membuat ketupat pada sejumlah pasar selalu meningkat hingga 20 persen dibandingkan dengan lebaran Idul Fitri sejak seminggu sebelumnya.
Dalam ajaran Islam, memang ada anjuran, yakni disunnahkan berpuasa selama enam hari pada bulan Syawal dan puasa itu bisa dimulai sehari setelah hari Idul Fitri,” kata Mbah Mustofa yang bisa dikatakan Sesepuh.
Biasanya, sebagian besar umat Islam, termasuk di Madura, memulai puasa sunnah di bulan Syawal itu memang sehari setelah Hari Raya Idul Fitri, meski dalam hadist itu tidak ditetapkan harus sehari setelah Lebaran.
Kebiasaan berpuasa sunnah sehari setelah Idul Fitri itulah yang lalu membentuk kebiasaan atau tradisi di kalangan umat Islam, termasuk di Madura dengan merayakan “Lebaran Kedua”, yakni Lebaran yang dirayakan secara khusus, karena mereka bisa berpuasa sunnah selama enam hari itu.
“Jadi, sebenarnya, Lebaran Ketupat atau Lebaran Kedua yang digelar pada hari ketujuh bulan Syawal ini, titik tekannya lebih pada tradisi atau kebiasaan itu saja ketentuan normatif dalam Al-Quran hanya ada dua hari raya yakni Idul Fitri dan Idul Adha,” terangnya.
Di Madura, perayaan menyambut Lebaran hari ketujuh atau “Lebaran Ketupat” atau yang oleh masyarakat setempat sering diistilahkan dengan “Tellasan Pettok” ini digelar dengan beragam tradisi.
Hampir setiap kabupaten di Pulau Garam ini memiliki tradisi khas dalam merayakan Lebaran Ketupat.
Adapun Tradisi Terater tidak hanya kepada seorang imam masjid atau mushala saja, tetapi juga kepada warga miskin dan janda tua yang tidak mampu memasak ketupat ataupun memotong ayam.
“Orang miskin, orang jompo dan janda tua bisa menikmati ketupat dan masakan ayam di Lebaran ketupat ini karena tradisi Ter-ater ini,” ujar Hafiduddin.
Menurutnya, tradisi ini juga dilakukan oleh anggota keluarga yang sudah memisahkan diri dari orangtuanya karena membangun keluarga baru. Sehingga hilir mudik masyarakat untuk Terater ke rumah orang tuanya ataupun mertuanya mirip dengan suasana Idul Fitri.
(Md)