BANGKALAN – Seorang wali siswa yang baru menyekolahkan anaknya mengeluh dengan adanya aturan pembelian atribut sekolah di SDN Kemayoran 1.
Sebab ia harus mengumpulkan uang terlebih dahulu untuk membeli atribut khusus bertuliskan SDN Kemayoran 1 Bangkalan meskipun harganya mahal.
Pria yang bekerja serabutan ini merinci ada 7 macam atribut tanda pengenal siswa. Diantaranya topi Rp 20ribu, dua pasang kaos kaki warna hitam Rp 30ribu, dua pasang kaos kaki putih Rp 30ribu, ikat pinggang Rp 20ribu, bed kelas Rp 10ribu, nama dada Rp 10ribu, serta lambang bendera merah putih Rp 5ribu.
“Itu harga atribut totalnya Rp 125 ribu, mau tidak mau kami harus beli. Selain itu juga membeli LKS agama harganya Rp 13ribu,” katanya, yang enggan disebutkan namanya.
Belum lagi, mengenai harga sampul raport yang nilainya lumayan fantastis, yakni Rp 80ribu, namun ia mengaku belum mengetahui secara pasti karena anaknya baru masuk kelas 1.
Dia mengaku sudah mendengar informasi perihal harga raport yang selangit tersebut. “Belum ada edaran, tapi saya jadi penasaran sampul seharga 80ribu itu,” imbuhnya.
Selain itu, dia menceritakan bahwa setiap kelas ada paguyuban beranggotakan para wali murid dan wali kelas siswa yang dimasukkan dalam Group WhatsApp.
Melalui paguyuban ini setiap bulan siswa ditarik sumbangan sebesar Rp 10ribu. Informasinya untuk keperluan kelas seperti belanja aksesoris. “Infonya itu buat keperluan kelas. Seperti belanja asesoris kelas,” lanjutnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Sekolah (Kepsek) SDN Kemayoran I Bangkalan Nurhayati Eka, membenarkan bahwa ada 8 jenis atribut yang dibanderol Rp205 ribu tersebut. Akan tetapi, pihaknya mengaku beberapa atribut tersebut berdasarkan usulan dari wali siswa sendiri.
“Ada sebagian yang memang usulan dari wali siswa, kami tidak bisa berbuat apa-apa karena orang tua siswa sudah bersemangat menginginkan atribut itu untuk anak-anaknya. Jadi atas usulan mereka,” kata dia saat dikonfirmasi.
Klaimnya, pihak sekolah sempat menolak penggunaan usulan wali siswanya tersebut. Sebab, dikhawatirkan akan menjadi sorotan dari berbagai pihak. Menurutnya, mang sejumlah atribut tersebut memang tidak bisa dianggarkan dari keuangan sekolah dalam hal ini Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sehingga untuk mendapatkannya siswa harus membelinya.
“Tidak bisa diakses dari Bos mas, jadi harus membeli secara pribadi. Yang Rp80 ribu itu bukan raportnya, tetapi sampulnya. Dulu pernah dikasih map, tetapi cepat rusak karena dipakai selama 6 tahun pendidikan. Makanya orang tua siswa mengusulkan yang lebih bagus,” kata Eka.
Pihaknya, tidak mewajibkan setiap siswa membeli atribut tersebut. Sebab, meski tanpa atribut setiap siswa tetap diperkenankan mengikuti jalannya kegiatan belajar mengajar (KBM) seperti biasanya. Selain itu, jika ada wali siswa ingin membeli tempat lain, juga tidak akan ada masalah. Tetapi, yang khusus SDN Kemayoran I tentu tidak akan ada dipasar ataupun dipusat perbelanjaan.
“Kami tidak mewajibkan membeli, tidak ada atribut itupun KBM masih bisa berjalan dengan lancar, tidak ada diskriminasi pada siswa. Seumpama pengen beli diluar, juga kami persilahkan tidak ada paksaan,” pungkasnya (red)