SAMPANG – Dwi Ratih Ramadhany merupakan penulis perempuan kelahiran Sampang yang karyanya sudah nasional. Selain itu dia juga aktif di program Ruang Perempuan dan Tulisan serta mengikuti Akademi Menulis Novel DKJ tahun 2014 dan menjadi peserta Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) tahun 2015.
Kepedulian terhadap tanah kelahiran dituangkan oleh Ratih ke dalam bentuk tulisan. Bagi dia Madura adalah representatif kehidupannya meskipun banyak yang berkata, bahwa karya yang dihasilkan tidak otentik karena tidak tinggal di Madura.
Perjalanan Ratih menjadi seorang penulis sangat unik karena ide yang didapat pada tiap tulisan terinspirasi dari neneknya karena setiap mau tidur, neneknya selalu bercerita. ”Itu dari saya TK hingga SD. Dan yang paling sering diceritakan, itu horor (hantu),” jelasnya, Minggu 23/07/2023.
Ratih menulis banyak tema sebagai bentuk eksperimen dengan rekonstruksi ulang pandangan baru dari cerita rakyat seperti mitos yang ada masyarakat hingga isu sosial dan gender.
”Sampai sekarang kalau lagi riset untuk nulis, aku sering nanya ayahku atau temanku di Madura. Kadang sampai harus pulang ke Madura biar bisa riset langsung,” ungkap perempuan asal Jalan Mutiara, Kelurahan Banyuanyar, Kecamatan Kota Sampang itu.
Kegemaran menulis dia juga tuangkan ke dalam Skripsi. Dengan bentuk adalah novela menggunakan pengantar akademik ilmiah. Topiknya, itu masih seputar persoalan Madura. Meskipun selama proses belajar menulis hingga sekarang dilakukan ditempat rantau.
”Jadi ada yang bilang jika tulisanku gak otentik merepresentasikan orang Madura. Padahal, Madura yang otentik memangnya seperti apa? Apakah hanya orang Madura yang tinggal di Madura yang berhak menceritakan tentang fenomena di sana?. Aku sampai saat ini ya tetap orang Madura, terhubung dengan keluarga di Madura, dan masih terus mengamati fenomena di sana (Madura),” Ucap perempuan satu anak itu.
Berkat keuletannya dalam bidang tulis menulis, dia mendapat banyak penghargaan. Salah satunya, menjadi penerima easiswa peliputan program Perempuan Berdaya di Media dari Project Multatuli dan We Lead tahun 2022. Dan mendapat juara 2 lomba menulis cerita rakyat Kemendikbud 2015. Serta meraih juara 3 Lomba Cerpen Peksiminas 2014.
”Itu saja yang saya ingat. Sebagian Cerpen terbit di Jawa Pos dan Kompas pernah. Kalau sekarang profesiku editor buku. Masih sambil nulis cerpen dan novel,” tutur perempuan jurusan sastra Inggris UM Malang itu.
Selain itu, Ratih juga pernah aktif di Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) tahun 2016. Novelnya yang berjudul Badut Oyen diterjemahkan ke Bahasa Melayu. Dan beberapa cerpennya tersebar di berbagai surat kabar nasional dan menjuarai lomba dan masuk dalam kumpulan cerpen Pemilin Kematian 2017. Sedangkan novelanya berjudul Silsilah Duka terbit di Basabasi 2019.
”Tapi terlepas dari itu, aku juga punya temanbanyak di Madura dan kota lain yang selalu mensupport dan bisa diajak diskusi kalau lagi riset. Sehingga sampai sekarang aku tetap menulis,” pungkasnya. (FS)