SAMPANG – Jadwal sidang di Pengadilan Negeri (PN) Sampang yang sering molor selama ini dikeluhkan banyak orang.
Tidak hanya dari keluarga para pihak yang berurusan di PN tersebut, namun pihak kejaksaan pun merasakan hal demikian.
“Kadang dijadwalkan jam 9 pagi, tapi tahunya jam tiga sore. Jauh sekali jaraknya. Terkadang melelahkan dan menyita waktu,” kata salah satu keluarga saat mendampingi dalam persidangan. Senin, 16/12/2024.
Sehingga mengundang kecaman dari berbagai kalangan hal ini diungkap oleh ketua umum Jatim Coruption Watch (JCW) DR.HM.Sajali, SH, MM,Ph.D, CPCLE. mengatakan bahwa, dalam persidangan yang molor atau pemborosan waktu dalam setiap sidang bukan rahasia lagi. Hampir di banyak pengadilan negeri (PN), khususnya di Sampang jadwal sidang molor berjam-jam sudah menjadi hal yang rutin.
Pemborosan waktu menunggu sidang juga dialami pengacara saat ingin beracara di PN Jakarta Sampang. “Coba lihat, berapa banyak orang rugi waktu setiap mau mengikuti sidang karena sidang tertunda berjam-jam,” katanya.
Memang ada beberapa penyebab acara sidang molor. Misalnya, para pihak, penggugat atau tergugat, belum datang.
Dalam kasus pidana, bisa juga terdakwa belum didatangkan oleh kejaksaan. Alasan lain, kuasa hukum belum datang. Bisa juga hakim yang memeriksa perkara itu belum lengkap, hakim tidak berada di tempat, atau hakim ada acara lain.
Apa pun alasannya, acara sidang yang molor berjam-jam dapat menunjukkan manajemen lembaga peradilan masih lemah. Masalah reformasi lembaga peradilan tak hanya terkait dengan persoalan penanganan kasus, tetapi juga manajemen waktu. Ini hal serius untuk dibenahi dan seharusnya menjadi bagian upaya mereformasi peradilan.
”Jangan bicara substansi lembaga peradilan. Manajemen waktu di pengadilan saja seperti ini,” kata Sajali.
Acara sidang yang molor sangat merugikan orang, dari pengacara, terdakwa yang menunggu sidang, sampai masyarakat yang mengikuti sidang. Pengadilan sebagai lembaga pelayanan publik tak memberikan pelayanan yang optimal.
Dengan pemborosan waktu dalam menunggu sidang, menurutnya, pemeriksaan perkara di persidangan pun dapat menjadi kurang berkualitas. Kondisi seperti itu akhirnya memicu munculnya praktik mafia hukum di pengadilan.
Oleh karena itu, perlu membenahi pengadilan melalui ketua pengadilan. ”Kalau tak dibenahi, sulit mereformasi peradilan,” pungkasnya. (Md).