SAMPANG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menilai bahwa Kabupaten Sampang belum tepat menyandang predikat kota layak anak. Hal itu dikarenakan maraknya kasus kekerasan terhadap anak yang hingga saat ini belum menemukan solusi atau penanganan yang tepat.
Anggota Komisi IV DPRD Sampang Moh Iqbal Fatoni mengatakan, bahwa pihaknya selalu mempersoalkan status atau predikat sebagai kabupaten layak anak. Sebab kekerasan terhadap anak masih sering terjadi. Misalnya, kasus terbaru yang terjadi di Kecamatan Pangarengan, seorang anak yang dicabuli oleh ayah tirinya sendiri. Bahkan penyelesaian kasus pemerkosaan terhadap anak di Kecamatan Robatal yang dilakukan oleh 9 orang, hingga saat ini hanya 3 pelaku yang ditangkap.
“Kami dari komisi IV kurang sepakat dengan naiknya tingkat yang justru di bawah masih banyak kasus dengan penanganan yang tidak maksimal,” jelasnya, Selasa 25/07/2023.
Selain mempersoalkan status kota layak anak, Bung Fafan, sapaan akrabnya juga menyampaikan pentingnya ada penambahan anggaran di Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA). Hal itu demi keselarasan Kota layak anak dengan anggaran yang mendukung.
Dinsos PPPA hingga saat ini masih belum memiliki Psikiater tetap dalam menangani atau memberikan perlindungan secara psikologis terhadap anak yang mengalami masalah kekerasan seksual.
Sementara itu pihak Dinsos PPPA mengaku bahwa anggaran yang ada tidak cukup untuk memiliki psikiater sendiri. Sehingga hanya melakukan komunikasi dan menjalin koordinasi serta meminjam Psikiater dari rumah sakit. Jadi perlu adanya dukungan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang supaya anggaran yang ada Dinsos PPPA bisa ditambah dengan tujuan bisa memiliki dr. Psikiater.
“Yang kedua kita dari komisi IV menyoroti anggaran. Anggaran untuk PPPA dari tahun ketahun mulai dari 2022 itu sekitar 600 juta, 2023 itu 400 juta. Dan di Renja, setelah saya telpon Dinkes tahun 2024 justru turun ke 200 juta,” pungkasnya. (FS)