Ragam  

Kisah Kesaksian Penyintas Agama Syiah Saat Pulang Kembali ke Sampang

SAMPANG – Tragedi di Sampang, sebuah tempat di bagian timur pulau Jawa, Indonesia menjadi salah satu contohnya. Persekusi terhadap Syiah menjadi tanda masalah besar di Indonesia, negara yang dianggap sebagai model negeri Islam moderat demokratis. Adanya kampanye kebencian atas kelompok Syiah yang muncul sejak beberapa tahun lamanya menjadi titik utama terjadinya kejadian pembakaran rumah milik pemimpin Syiah Sampang, Tajul Muluk.

Desember 2011, aksi massa terjadi di pemukiman Syiah di Sampang. Kelompok Syiah menyebut aksi tersebut sebagai ‘serangan’ dan kelompok Sunni menyebutnya sebagai ‘bentrokan’. Sejumlah rumah serta pesantren kelompok Syiah habis terbakar dan seluruh warga Syiah diungsikan ke luar kampung. Pada maret 2012, pimpinan kelompok Syiah Sampang, Tajul Muluk alias Ali Murtadho ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan penodaan agama. Juli 2012, Pengadilan Tinggi Jawa Timur menjatuhkan hukuman empat tahun kurungan penjara terhadap Tajul Muluk karena terbukti melakukan penodaan agama. Lalu, Agustus 2012, penyerangan terhadap kelompok Syiah kembali terjadi dan memakan korban jiwa. Warga Syiah yang terdampak kembali diungsikan untuk menghindari konflik lanjutan antar dua kelompok tersebut.

Hal ini disampaikan salah satu penyintas warga Sampang Tahap I, Mat Rosyid (34). Dirinya menuturkan bagaimana sejak satu tahun ada di kampung halamannya setelah dipulangkan pada tahap I tahun lalu, secara pribadi dirinya merasa lebih enak tinggal di kampung halamannya ketimbang di Rusunawa. Karena menurut dia kalau di kampung halamannya, dia bisa kumpul dengan saudara dan sanak family lainnya.

“Kalau kita selama di desa, Alhamdulillah tidak ada permasalahan, perselisihan selama 1 tahun ini di bluuran. Gelombang pertama itu ada 14 KK. 3 KK itu di desa Karanggayam kecamatan Omban, 11 KK itu desa bluuran kecamatan krangpenang,” katanya

Sedangkan Kepala dusun Gadding Selatan, Munaji membenarkan kalau untuk beberapa warganya penyintas Syiah yang dipulangkan pada gelombang I tahun lalu, saat ini sudah bisa berbaur seperti biasa dengan masyarakat. Keberbauran mereka menurut Munaji slalu ada dalam kegiatan apapun yang ada di wilayahnya.

“Seperti hajatan warga, shalat Jum’at dan kegiatan masyarakat yang pada umumnya sering bergotong royong. Mereka menurut Munaji selalu ada dalam kegiatan. Ia juga merasa bersyukur dengan kondusifitas warganya yang ia nilai sangat baik,” Ucapnya.

(Md)