SAMPANG – Sekelompok orang itu membentuk barisan berhadap-hadapan. Pada saat mereka melakukan syarafal anam, salah satu orang keluar membawa bayi untuk dikelinglingkan ke semua orang yang hadir saat itu. Kejadian itu, berlokasi di Kampung Tanian Lembung Dusun Nangger Desa Plakaran Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang. Sementara nama dari yang mereka lakukan itu, adalah Temmong Bhãji’ (Bayi).
Sesepuh Tanian Lembung Moh. Raji menceritakan, bahwa ritual yang sedang ia lakukan bersama warga, termasuk ritual nemmong (Mengemban). Sementara bayi yang di emban itu, termasuk bayi yang sudah berumur 40 hari.
“Sementara warga yang hadir merupakan tetangga kami sendiri,’ ucpanya, Minggu (25/12/22).
Terkait tata cara Nemmung Bayi’, ia lanjut menguraikan, ada beberapa hal. Diantaranya, sang bayi yang berumur 40 hari diletakkan di atas geddeng (nampan). Panimmung atau pengembannya harus famili, dan paling jauh sepupu. Usai itu, sang bayi dikeluarkan pada saat pembacaan syarafal anam.
“Bayi yang dikeluarkan itu, ditidurkan di atas geddeng atau nampan. Di samping bayi itu, harus ada bedak. Nantinya saat dikelilingkan, para warga akan mengoleskan bedak itu ke pipi sang bayi secara bergantian,” jalasnya.
Kendati saat ini budaya temmung bayi dilakukan, namun ia beserta sesepuh lainnya masih tetap khawatir. Bagaimana tidak, sebab tidak sedikit para pemuda yang tidak faham tata cara ritual Nemmong bheji’ (bayi). Penyebabnya, karena para pemuda di kampung itu, sudah terbius oleh handphone (HP).
“Saya pernah bertanya kepada pemuda terkait tatat cara Nemmong bheji’ ini. Mereka banyak tidak faham,” ungkapnya.
Sehingga ia khawatir pada budaya Nemmong Bayi yang mendekati potensi punah nantinya. Maka dari itu, ia acap kali mengingatkan warga yang memiliki bayi berumur 40 hari, agar melakukan budaya tersebut.
“Meski pun saya bukan kiyai, tetapi saya mengingatkan warga,” sambungnya.
Hal itu dilakukan agar ada contoh kepada para pemuda Tanian Lembung. Selain itu juga, agar menghindari kepunahan budaya yang ada. Maka dari itu, pihaknya sengaja mendatangkan pemuda pada saat acara ritual temmung bayi.
“Kami para tetuah Tanian Lembung selalu berdiskusi terkait adanya Budaya-budaya yang ada. Yakni, berjuang agar budaya itu diketahui oleh pemuda,” imbuhnya.
Undangan kepada pemuda setempat dilakukan, sebab ia takut ritual Gemmong bayi, terkikis zaman. Contohnya, ngembhen mantan, Peccot Aleler, Aghutta kepatean, dan banyak lagi yang sudah hilang di Tanian Lembung ini.
“Maka dari itu, kami para sesepuh Tanian Lembung berusaha mempertahan budaya Nemmung bheji’ ini,” harapnya.
(AHe)