Menyandang Disabilitas Wanita Asal Modung Hasilkan Belasan Buku

BANGKALAN – Keterbatasan bukanlah alasan untuk tidak memilik sebuah karya, melainkan dibalik kesendirian Nurul Qomariyah wanita berumur 26 tahun sukses sebagai penulis ternama. Putri dari pasangan suami istri (Pasutri) Abdus Sakur dengan Siti Amina itu saat ini, sudah memiliki puluhan karya dari berbagai genre baik fiksi maupun non fiksi. Wanita yang lebih dikenal dengan nama pena Rya Fadhil itu, tinggal di Dusun Jusabe, Kelurahan Suwa’an, Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, Sabtu (03/12/2022).

Rya Fadhi terlahir dari keluarga ekonomi menengah kebawah, bapak merupakan seorang pekerja serabutan sementara ibu nya seorapang penjahit. Dia merupakan anak ke empat dari lima bersaudara, terakhir mengenyam pendidikan hanya di tingkat sekolah dasar di SDN Suwa’an 01. Menyedarai hal itu, tidak lagi terbesit untuk melanjutkan pendidikannya karena keterbatasan fisik.

“Sebenarnya bisa jika dipaksa untuk melanjutkan karena bapak bisa mengantar, tapi saya tidak ingin merepotkan beliau,” tuturnya.

Ketekunan dan keinginan yang besar muncul dalam diri Wanita sedari kecil diuji oleh tuhannya, baik demam tinggi, bahkan sampai tidak bisa membuka mata berhari-hari. Akan tetapi ditengah kondisi fisik tidak mendukung untuk melakukan aktivitas seperti anak sebaya nya, ia menyibukkan diri sendiri dengan menggambar. Dalam dirinya selalu dibenturkan dengan berbagai pertanyaan tentang dirinya, sebab penyandang distabilitas kerap kali mendapat tatapan semu.

“Yang terbesit waktu itu, mampukah saya bersaing dengan mereka? Adakah masa depan yang cerah untuk saya? Sampai detik saya masih berusaha untuk melakukan yang terbaik, tidak untuk orang lain, tapi untuk diri sendiri,” jelasnya dengan penuh semangat.

Rupanya tidak sampai disitu saja perjuangan hidup salah satu anggota dari komunitas penulis Kalam Literasi Kwanyar itu. Dia menceirstakan waktu dirinya melawan sakit, sempat dibawa ke dokter Surata karena dulu hanya pada dokter itu yang cocok. Yang sangat memilukan pada kejadian dibaws oleh orang tua ke dokter yang sama, tapi di tengah perjslanan hujan lebat dan menumpang berteduh di sebuah warung.

“Tapi kami diusir karena si pemilik toko merasa terganggu. Sempat juga ketika naik mobil menuju dokter, ibu saya dimarahin oleh sang sopir angkot. Karena ditakutkan saya meninggal di dalam mobilnya,” ungkapnya.

Menginjak usia sembilan tahun tepatnya masih duduk di kelas tiga bangku sekolah dasar, kembali sakit hingga berdampak fatal sakit yang dideritanya. Bahkan donternya memfonis waktunya jika tidak lumpuh maka akan buta, tuli, bisu. Selain karena demam itu, dia mengalami diagnosa bronkitis.

“Perlahan keadaan saya semakin memperihatinkan, tubuh lemas dan kehilangan kekuatan hingga akhirnya tidak bisa berjalan. Namun, saya tetap melanjutkan sekolah dengan diantar kedua orang tua, saudara, bahkan saya sempat juga digendong oleh teman sekelas,” terang wanita yang sejak kecil sudah sangat suka menggambar, menjahit, dan baca buku itu.

Tampaknya proses yang dilalui penulis dengan kenamaan
pena Rya Fadhi itu terbentuk sejak kecil, itupun buku-buku yang dibaca hasil pemberian dari kakak perempuannya. Adapun bacaan bukunya diantaranya novel, kumpulan cerpen, resep masakan, dan buku lainnya. Di usia belasan tahun saya mulai menulis puisi-puisi dan pada tahun 2017 saya mulai serius melukis.

“Pesanan silih berganti dari anak santri dan teman-teman, setiap lukisan ada yang harga lima ribu rupiah, tapi sering kali saya kena tipu. Mereka minta dilukis, tapi tidak diambil sampai sekarang,” katanya.

Lambat laun dia timbul keinginan untuk fokus menulis, Awalnya menulis di platform lalu terjun di dunia even menulis di grup-grup media sosial. Cerpen pertama nya dimasukkan dalam antologi berjudul Side Of The Darkness bersama penulis-penulis hebat lainnya. Bahkan kesemangatan dan untuk menjadi penulisnya, pada tahun 2021 dia mampu mengeluarkan karanga novel berjudul Putih di Balik Noda.

“Terbitnya melalui event menulis 30 di penerbit LovRinz, saya kembali menerbitkan novel solo berjudul Benang Merah Darah yang masuk ke dalam naskah pilihan dengan peserta 200 lebih,” ulasnya Rya Fadhi.

Meskipun bermodal Handphone genggam, Dia mampu menghasilkan dua novel lima antologi cerpen. Hingga akhirnya punya laptop kemabli semangat menulisnya membuat melahirkan dua novel bertajuk Potongan Puzzle Termanis dan Dear Lian 15616.

“Karya saya juga ada satu buku biografi judulnya Mawar Kesumba Sebuah Biografi Budayawan ASEAN) yang ditulis bersama penulis hebat Mbak Zai, dan 6 antologi. Sebagai penulis tentu tidak semua orang menyukai sebuah karya, bahkan saya pribadi kerap mendapat cibiran, entah kurang menarik atau yang lain. Namun, hal itu tak lantas membuat semangat saya padam, justru saya semakin bertekad untuk maju dengan cara memperbaiki diri,” pungkas anggota Komunitas Kalam Literasi Kwanyar tersebut. (AK)