Ragam  

Kisah Kewalian Buyut Bukér

SAMPANG – Buyut Bukér termasuk salah satu wali mashur di Madura terutama Sampang. Bagi para alim ulama’, Budayawan, Seniman, bahkan para Blater Kuno Sampang, Buyut Bukér merupakan salah satu guru Ke’ Lesap. Namun kali ini, Madura Raya akan mengulas terkait kewalian Buyut Bukér. Tentunya kewalian yang jarang diketahui oleh masyarakat pada umumnya, baik di masyarakat sampang maupun luar Sampang. Sementara pesarenan (Makam Buyut Bukér), berada di Dusun Bukér Desa Bukér Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang.

Menurut Pantauan Madura Raya, dari jalan raya Bancelok Jrengik ke pasarenan (Makam Buyut Bukér) kisaran tujuh kilometer. Atau, kalau ditempuh dengan bermotor bisa memakan waktu 40 menitan. Sebab, sebelum sampai ke makam, harus melalui beberapa perbukitan yang jalannya lumayan rusak.

Terlepas dari itu, untuk mengetahui sebagian kisah kewalian Buyut Bukér bisa langsung menemui keturunan juru kunci sepuh. Sebab dari beberapa tahun terakhir, beliau (Moh. Yasin) atau keturunan juru kunci sepuh, merupakan satu-satunya kiyai yang menjaga dan merawat Makam Buyut Bukér.
“Saya tidak pantas menjadi juru kunci, sebab ada beberapa hal yang masih belum saya jangkau terkait Buyut Bukér,” tutur Moh. Yasin, Sabtu (3/12/22).

Menurut beliau, kisah Buyut Bukér yang masih diingat itu, terkait kewalian Buyut Bukér yang bersinggungan dengan Raja Madegghãn di kala itu.
“Saya hanya faham kisah Buyut Bukér yang menjadi wali kala itu,” ungkapnya.

Konon kisahnya, ia lanjut menceritakan, dahulu di Madura termasuk Madegghãn menghadapi kekeringan. Yakni tidak turun hujan selama bertahun-tahun. Karena kekeringan itu, Raja Madegghãn mengumpulkan para kiyai yang bermukim di wilayahnya.
“Karena hujan tidak turun hingga beberapa tahun, Sang Raja mengundang para kiyai yang berada di wilayahnya. undangan itu bertujuan, agar para kiyai berdoa di pendopo, dengan harapan hujan turun,” katanya. Hanya saja ia tidak membeberkan nama Raja Madegghãn di masa Buyut Bukér.

Kebetulan diantara para kiyai, hanya kiyai Kalamengmang atau Buyut Bukér yang belum datang atau telat. Sehingga para kiyai yang hadir waktu itu bergunjing terkait keterlambatan Buyut Bukér.
Namun, acara tetap dimulai meski Buyut Bukér belum datang. Bahkan hingga doa selesai, Buyut Bukér belum datang.
“Tetapi pasca berdoa, alam masih tetap, alias hujan tidak turun juga,” sambungnya.

Beberapa menit kemudian, katanya, Buyut Bukér datang dengan pakaian sederhana. Artinya tidak semewah para kiyai yang hadir. Sang Buyut tidak kebagian tempat, hingga berada di luar pendopo dan terkena panas. Maka, berdoalah Buyut Bukér. Sehingga tepat saat Buyut Bukér berdoa, keadaan alam tiba-tiba mendung, lalu hujan lebat turun bersamaan dengan rakyat yang bersorak gembira.
“Maka kagetlah semua kiyai yang hadir, termasuk sang Raja,” imbuhnya.

Pasca acara itu, sang Raja meminta Buyut Bukér agar menjadi salah satu punggawa di kadipaten Madegghãn. Namun Buyut Bukér menolak.
“Buyut Bukér itu menolak saat diminta jadi punggawa kadipaten. Sebab, Buyut Bukér orangnya memang sederhana dan tawaddu’ kepada Hyang maha Agung (Allah),”

dikarenakan diminta secara terus menerus, akhirnya Buyut Bukér menerima permintaan Raja Madegghãn. Namun, saat Buyut Bukér sampai di Kadipaten Madegghãn, justru diperlakukan tidak baik oleh sang Raja. Yakni, di siksa dan di aniaya.
“Seolah-olah pihak Kadipaten ingin membunuh Buyut Bukér. Namun karena se izin Gusti Allah, Buyut Bukér tidak mati. Sehingga membuat sang Raja bingung bukan kepalang,” terusnya.

Puncaknya, Lanjut Moh. Yasin, Buyut Bukér di kurung dengan kurungan yang terbuat dari besi. Lalu dibuang ke laut Selatan Madegghãn. Untungnya pada saat Buyut Bukér tenggelam, ada ikan Mondung (Hiu Tultul) yang menolong.
“Sehingga Buyut buker selamat dan berjanji kepada ikan yang menolong. Yakni, hingga ke tujuh turunan tidak akan memakan ikat tersebut. Apabila ada yang memakan, maka akan terkena penyakit korengan,” pungkasnya.
(Aryo Helap)