SAMPANG – hingga kini Sawah kembar di Desa Plakaran Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang menjadi mitos bagi masyarakat setempat. Pasalnya, masyarakat setempat meyakini tempat itu memiliki sejarah tertentu. Yakni, sawah itu merupakan peninggalan Ke’ Lesap
Adapun Kek lesap itu, merupakan salah satu pangeran yang ada di Madura. Bahkan nama empat Kabupaten di Madura bersinggungan erat dengan tokoh Ke’ Lesap
Penamaan empat Kabupaten oleh Ke’ Lesap itu, dari Sumenep hingga Bangkalan. Hal itu terjadi saat Ke’ Lesap ingin menaklukan raja-raja Madura.
Muhraji Sesepuh warga yang masih ingat kisah dari Pengetua dulu, Yakni kisahnya, sebelum menaklukan raja Sumenep Ke’ Lesap Nginep dulu. Sehingga pasca penaklukan wilayah kerjaan di wilayah itu dinamakan Sumenep, saat ini menjadi Kabupaten Sumenep. Pada saat pra menaklukan wilayah baratnya Sumenep, Ke’ Lesap berbekas dahulu, sehingga pasca penaklukan, wilayah itu disebut pamekasan. Saat ini wilayah tersebut menjadi Kabupaten Pamekasan. Sementara wilayah di baratnya Pamekasan Ke’ Lesap tidak melakukan penaklukan. Sementara wilayah baratnya Pamekaaan itu, bernama kerajaan Madhegen. Ada dua versi untuk yang wilayah ini
pertama, karena raja Madegghen kabur sebelum berperang. Kedua, karena Ke’ Lesap sungkan pada gurunya yang ada di wilayah dekat Madhegghen, yakni Buju’ Buker. Sehingga pasca melewati wilayah tersebut, penamaan Sampang dikeluarkan. Saat ini wilayah itu menjadi Kabupaten Sampang.
Sementara pada wilayah baratnya Sampang, Kek lesap kalah. Atau, tidak bisa menaklukkan wilayah itu lantaran tipu daya belanda. Sehingga kek lesap mati di daerah itu. Tepat pasca ke lesap menghembuskan nafas terakhirnya, raja di wilayah tersebut meneriakkan kata “Bhengkala’an”. Sehingga wilayah itu disebut Bangkalan, yang saat ini menjadi Kabupaten Bangkalan.
“Sementara hubungan ke’ Lesap dengan sawah kembar di Plakaran itu, pada waktu kek Lesap muda dahulu,” kata Muhraji Sesepuh Tanian Lambung Dusun Nangger Desa Plakaran Kecamatan Jrengik.
ia lanjut menceritakan, kekeramatan sawah kembar acap kali menuai bukti. Yakni, dahulu ada warga yang ngarit dekat sawah kembar. Kemudian warga itu nyinden. Saat nyinden, warga itu merasakan keanehan. Yaitu tidak bisa berhenti nyinden. Artinya warga tersebut tidak bisa berhenti nyinden meskipun sudah sampai ke rumahnya. Bahkan, hal itu berlangsung selama kurang lebih tiga hari, kemudian warga itu meninggal.
“Selain itu, juga terdapat warga meninggal saat membajak sawah kembar. Sedangkan sapi yang mulanya berada di tengah sawah Kembar, kabur hingga membuat kericuhan di ladang warga lain,” sambungnya.
Atas kejadian itu, kata Muhraji, hingga saat ini masih belum ada orang yang berani menggarap sawah tersebut. Meskipun, saat penggarapan hingga panen digratiskan oleh warga setempat. (Md).