Ragam  

Mengenal Sinar Gemilau Di Pesarean Bujuk Batu Ampar

PAMEKASAN- Sejarah Pesarean Bujuk Batu Ampar menjadi sebuah kisah yang familiar bagi masyarakat madura, maupun diluar madura.

Pesarean Bujuk Batu Ampar sendiri terletak di Desa Pangbatok, Kecamatan Proppo, Kabupaten Pamekasan. Wilayah ini berjarak 15 km dari pusat kabupaten Pamekasan dan sekitar 1 jam perjalanan darat dari Kabupaten Sampang.

Pasarean Bujuk Batu Ampar merupakan sebuah kompleks makam para kyai dan ulama yang dianggap suci dan dikeramatkan oleh masyarakat setempat.

Terdapat cerita mengenai asal usul keberadaan makam suci Batu Ampar ini yang dipercaya oleh penduduk lokal. Cerita ini telah berkembang sejak lama dan turun-temurun oleh para sesepuh dan keturunan penduduk asli wilayah ini. Cerita berikut ini bisa menjadi pelajaran berharga sekaligus menambah pengetahuan Anda mengenai objek wisata religi ini. Berikut ini adalah sebuah kisah yang dikutip dari buku silsilah Batu Ampar.

Di sebuah desa di wilayah Bangkalan, Madura, hiduplah seorang pemuka agama Islam yang bernama Sayyid Husein. Beliau merupakan sosok public figure termasyhur dan memiliki banyak santri karena ketinggian ilmu, keluhuran budi pekerti, akhlak dan karomah yang dimilikinya berkat kedekatannya dengan Sang Khaliq. Beliau sangat dihormati oleh penduduk sekitar, namun ada segelintir orang yang benci dan iri dengki kepadanya atas kedudukan beliau yang terhomat.

Suatu hari datanglah sekelompok orang yang iri tersebut dan berniat menghancurkan kedudukan Sayyid Husein. Mereka merekayasa berita bohong bahwa Sayyid Husein bersama para santrinya merencanakan pemberontakan dan berencana menggulingkan kekuasaan Raja Bangkalan. Berita ini terdengar ke telinga Raja dan ia menjadi gelisah. Tanpa berpikir panjang, raja mengutus panglima perang dan sejumlah pasukan untuk membunuh Sayyid Husein yang tidak bersalah.

Sayyid Husein yang sedang beristirahat di kediamannya pun dikepung dan dibunuh dengan keji tanpa sempat menjelaskan kepada para tentara kerajaan. Beliau wafat seketika dan oleh masyarakat setempat dimakamkan di perkampungan tersebut. Selang beberapa hari sejak wafatnya Sayyid Husein, Raja pun memperoleh informasi yang sebenarnya bahwa Sayyid Husein tidak pernah melakukan apapun seperti rumor yang beredar. Raja sangat menyesali keputusannya yang tidak berdasar pada bukti kuat. Ia pun bingung harus dengan cara apa menebus kesalahannya. Akhirnya, Raja memberi gelar kepada Sayyid Husein dengan sebutan Bujuk Banyu Sangkah (Buyut Banyu Sangkah), dan tempat peristirahatan beliau terletak dikawasan Tanjung Bumi Bangkalan.

Beliau wafat dengan meninggalkan dua orang putra, yang pertama bernama Syekh Abd. Mannan dan yang kedua bernama Syekh Abd. Rohman. Kedua putra Sayyid Husein pun pergi dari desa. Salah satu putranya bernama Syekh Abd. Mannan pergi mengasingkan diri ke sebuah hutan lebat di wilayah Pamekasan yang terletak di perbukitan Batu Ampar. Beliau mendekatkan diri kepada Allah dengan bertapa di bawah pohon kosambi selama 41 tahun, sebelum akhirnya ditemukan oleh anak perempuan yang sedang mencari kayu bakar. Singkat cerita, Syekh Abd. Mannan dibawa oleh ayah sang anak perempuan ke rumah mereka dan dinikahkan dengan anak perempuan tersebut. Keanehan terjadi pada hari ke-41 pernikahan mereka, istri Syekh Abd. Mannan yang menderita penyakit kulit mendadak sembuh dari penyakitnya dan kulitnya menjadi putih bersih yang membuat parasnya cantik jelita, konon kabarnya diceritakan bahwa Raja Sumenep mengagumi dan tertarik akan kecantikan istri Syekh Abd. Mannan.

Alhamdulillah setelah beberapa tahun beliu bersama sang istri mengarungi bahtera kehidupan, akhirnya beliau dikaruniai dua orang putra bernama Tahiqul Muqaddam dan putra keduanya yang bernama Basyaniyah. Singkat cerita setelah bertahun-tahun berdakwah, Syekh Abd. Manan wafat dan dimakamkan di Batu Ampar. Beliau terkenal dengan julukan “Bujuk Kosambi”. Dan sejak saat itu, keturuannya pun dimakamkan disana.

Lora Mukhilsun salah satu pengurus Pesarean, sekaligus keturunan ke-9 dari Syekh Abd. Mannan menjelaskan Kata “Batu Ampar” berasal dari Bahasa Madura asli yang artinya“Báto” dan “Ampar”. Báto artinya batu, sedangkan Ampar artinya berserakan tapi meski demikian tempat ini bersih dan teratur.

“Di pasarean batu ampar terdapat 6 makam aulia atau yang dalam bahasa madura biasa disebut “Bujuk” yang paling dikeramatkan yakni makam Syekh Abdul Manan (Bujuk Kosambi), Syekh Basyaniyah (Bujuk Tumpeng), Syekh Abu Syamsudin/Syekh Su’adi (Bujuk Lattong), Syekh Husen, Syekh Moh. Romli, dan Syekh Damanhuri beserta keturunannya. kata salah satu pengurus Pasarean Batu Ampar,” ungkapnya.

Ia menambahkan, dalam setiap harinya para peziarah yang datang ketempat ini kurang lebih 500 (lima ratus) jiwa, hal ini diketahui karena sebelum memasuki area Pesarean ini para tamu wajib lapor dan diminta seikhlasnya memberi sumbangan untuk pelestarian pesarean ini.

“Lonjakan peziarah biasa terjadi pada bulan suci Ramadhan hingga Lebaran H+7.” Tuturnya.(mohdy / iklil)