Ragam  

Tradisi Budaya Turun Tanah Bayi Umur Tujuh Bulan di Madura

SAMPANG-Turun Tanah atau Dalam bahasa maduranya (Patoju’ atau Toron tana) ini terdeteksi ada sejak zaman islam masuk ke Madura. Hal ini, merupakan karya dari dari nenek moyang. Salah-satunyan Kampung Gulbung Desa Gulbung kecamatan Pangarengan kabupaten Sampang, yang hingga kini Budaya tersebut masih dipertahankan.

Tradisi ini, sebagai syarana persyaratan agar bayi yang berumu tujuh bulan diboleh menyentuh tanah. Sebab menurut kepercayaan Madura pada umumunya, sebelum umur tujuh bulan, bayi tidak dibolehkan menyentuh tanah. Apabila hal itu dilanggar, maka bayi tersebut akan terkena penyakit cacar Basah ( poro ola’ )
Selain itu, menurut kepercayaan kuno , juga sebagai sarana untuk mengetahui masa depan bayi. Artinya, masa depan anak pada saat sudah menjadi pemuda atau pun sudah setengah tua.

Salah satu keluarga yang punya Hajad ibu Hotibah tradisi toron tana mengatakan, pernah menyiapkan tradisi toron tana untuk cucuknya. Yakni, cucuknya yang bernama Moh. Dafa Hidayatullah itu duduk Ke Tanah, è patoju’ (Toron Tana).
“Saya dulu saat masih berumur tujuh bulan di Duduk Ke tanah ,( è patoju’) oleh ibu saya. Sekarang ke cucuk saya,” ucapnya, sambil menyiapkan perlengkapan untuk melakukan reka ulang tradisi toron tana.

Saat itu, Hotibah menyiapkan Lengser atau napan yang terbuat dari seng. Biasanya alat ini digunakan untuk menyuguhkan kopi atau nasi pada tamu. Untuk perlengkapan kepada bayi yang akan duduk Tanah,Juga terdapat beras, jagung, tasbih Al-Qur’an, dan tettel (salah satu jajan lamaran) saat itu.
“Tata caranya, letakkan lengser atau nampan. Kemudian letakkan tettel di atas lengser. Lalu, letakkan bayi di atas lengser. Terakhir, letakkan beras, jagung, dan Al-Qur’an di depan bayi,” tururnya, sambil meletakkan bayi di atas tettel.

Ia menambahkan, jika bayi yang diletakkan itu mengambil tasbih, kelak bayi akan gemar berdzikir. Lalu, apabila sang bayi mengambil jagung, nanti saat dewasa, akan pintar berdagang. Kemudian, apabila sang bayi mengambil Beras, maka terperdiksi, sang bayi pintar di bidang pertanian. Namun, abapila sang bayi mengambil Al-Qur’an, kelak bakal jadi orang Soleh.
“Jadi bergantung benda yang diambil oleh sang bayi,” katanya, sambil menunjuk ke sang bayi yang mengambil tasbih dan Al-Qur’an.

Menurutnya , mengacu pada sesepuh terahulu, dimaksudkan sang bayi di dudukkan di atas jajan tettel. Harapannya, agar sang bayi teguh pendirian serta bersosial dengan baik. Oleh karena itu, saat bayi tersebut diletakkan ke atas Tettel, harus di doakan. Yakni, doa selamet dari salah satu sesepuh atau Kiayi di Kampung.
“Jadi setelah bayi itu diletakkan ke tettel, doa selamet harus dibacakan. Setelah doanya selesai, dan sang bayi sudah mengambil salah-satu barang, baru sang bayi diambil lagi. Alias ritual toron tana sudah selesai,” Paparnya, sambil mengambil cucuknya yang sedang memainkan tasbih.(Mohdy)