Hukum  

Kades Kelbung Jadi Buronan Kejari, Atas Kasus Korupsi Dana Bansos PKH

Dedi Frangky, Kasi Intel Kejari Bangkalan saat di wawancarai.

BANGKALAN – Kasus Korupsi dana bantuan sosial (Bansos) program keluarga harapan (PKH) di Desa Kelbung, Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan, libatkan eks Kepala Desa (Kades) Syamsuri (51).

Sebelumnya, kasus korupsi yang terjadi di Desa Kelbung tersebut telah menetapkan 5 orang tersangka, yang saat ini sudah dilakukan penahanan di Kejati Surabaya.

Saat ini, giliran Syamsuri eks Kades Kelbung, yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut, bahkan saat ini statusnya sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangkalan, setelah dilakukan pemanggilan sebanyak 3 kali, namun tak pernah hadir.

Hal itu diungkapkan oleh Kepala Kejari Bangkalan, melalui Kasi Intel, Dedi Frangky, bahwa Syamsuri saat ini sudah menjadi buronan.

“Tersangka tidak kooperatif dan tidak pernah memenuhi panggilan dari Penyidik Kejari Bangkalan,” tutur Dedi Frangky Kasi Intel Kejari setempat, saat di konfirmasi, Kamis (1/9/2022).

Setelah ditetapkan tersangka, Kejari sudah melakukan pemanggilan terhadap tersangka eks Kades Kelbung tersebut, sejak tanggal 22 – 25 Juli hingga tanggal 12 Agustus 2022. Namun tersangka tidak kooperatif dan tidak pernah hadir, sehingga ditetapkan sebagai DPO.

Dedi mengaku, saat ini eks Kades tersebut sudah jadi DPO. Selanjutnya Dedi akan meminta bantuan banyak pihak untuk mencari mantan Kades Kelbung tersebut.

“Kita minta bantuan dari pihak-pihak terkait dan meminta informasi dari Masyarakat terkait keberadaan tersangka dan kita akan lakulan upaya jemput paksa terhadap tersangka, jika sudah mengetahui keberadaannya,” tegas Dedi.

Sekedar diketahui, Kelima tersangka yang ditahan yakni AGA (37) Koordinator PKH kecamatan, NZ dan AM sebagai pendamping PKH, dan SU merupakan istri kades, SI warga yang terlibat.

Korupsi bantuan dana PKH ini bermodus dengan mengambil kartu ATM PKH yang dimiliki oleh 300 warga dari keluarga penerima manfaat (KPM). Kartu tersebut kemudian dicairkan dan digunakan untuk kebutuhan pribadi para tersangka.

Aksi ini diketahui sejak tahun 2017 hingga tahun 2021. Akibat korupsi berjemaah ini, kerugian negara ditaksir Rp 2 miliar. Saat ini Kejari Bangkalan akan terus melakukan pengembangan dengan menetapkan dan menahan para pelaku.